Enam Hal yang Buruk mengenai Internet
Dalam rangka mendukung Digital
Detox Week, 20-26 April 2010, Tobucil & Klabs mengundang teman-teman
untuk berbagi pengalaman soal hubungan teman-teman dengan internet
(termasuk games online, jejaring sosial di internet). Tobucil menganggap
Digital Detox sangatlah penting untuk menemukan kembali makna, hidup
ditengah-tengah informasi yang berlimpah ruah yang membuat kita
seringkali kehilangan kemampuan untuk memilihnya sesuai dengan apa yang
kita butuhkan. Jika teman-teman termasuk yang sedang berjuang untuk
mengatasi ketergantungan pada internet atau sudah melewatinya,
pengalaman teman-teman akan sangat berharaga untuk dibagi. Silahkan
kirimkan pengalaman teman-teman ke tobucil@gmail.com, tulisan yang masuk
akan dimuat di blog ini sampai akhir April 2010.
Tulisan ini merupakan karya Lindsay Clanfield yang diterjemahkan dari sini.
Internet dapat menjadi sebuah
tempat buruk yang besar. Belakangan saya menemukan beberapa peringatan
mengenai penggunaan situs dan komputer, beberapa sudah ada yang saya
tahu sebelumnya, dan ada juga yang belum. Saya sudah mengumpulkan enam
hal menakutkan di sini yang merupakan bagian dari diskusi online dan
aktivitas komputer atau hanya secara umum melayani sebagai peningkatan
kesadaran membaca bagi guru dan pengajar ke lingkungan virtual.
1 . Api perang dan pembicaraan yang menampar
– Dalam hal ini, internet adalah sarana untuk saling memaki dan
mengobarkan peperangan. Mengapa? Karena dalam internet, dapat diucapkan
banyak hal yang sulit dilakukan dalam komunikasi tatap muka.
2 Gangguan ketagihan internet
– Ada semacam ketidaksetujuan apakah ini gangguan yang berbeda atau
justru semacam gejala atas gangguan-gangguan tersebut (seperti berjudi
atau ketagihan pornografi yang online). Terlepas dari kenyataan –
keinginan untuk online tiap saat – gejala-gejala ini mencakup kelelahan,
kurang tidur, mudah marah, acuh, pikiran yang berpacu.. uh oh ini
mendekati kenyamanan di mana saya akan berhenti.
3. Creepy Treehouse Syndrome -
Sindrom ini cukup unik dan baru terlihat belakangan. Yakni bagaimana
seseorang selalu mengajak satu sama lain untuk menjadi pengikutnya dalam
twitter atau temannya dalam Facebook. Seolah-olah yang demikian adalah
bukti keeratan sosial yang nyata. Sekaligus bukti eksistensi sosial yang
kuat. Orang sudah jarang lagi bertanya nomor telepon setelah
berkenalan, tapi langsung bertanya soal kepemilikan akun FB atau
twitter. Karena setelah menjadi teman di dunia maya, banyak hal yang
seolah bisa diketahui, padahal belum tentu (lihat nomor 6 di bawah).
4. Pengganggu -
Pengganggu dalam internet dikategorikan sebagai orang-orang yang
memosting kata-kata atau kalimat yang provokatif dan irelevan dengan
konteks atau topik pembicaraan. Motivasi mereka seringkali memang
bertujuan untuk memancing respon yang emosional. Jika kita menanggapi
orang semacam ini, justru sama dengan memberikan mereka apa yang mereka
mau.
5 Depresi akan facebook –
Yang satu ini sedikit lemah, tetapi saya harus memasukkan ini demi poin
nomor enam. Menurut penelitian tentang remaja wanita di New York,
kemampuan untuk berbagi masalah dan urusan pribadi banyak diselesaikan
melalui jalur online semisal Facebook. Dengan menebar status, chatting,
atau melampiaskannya pada grup, orang akan merasa masalahnya sedikit
teratasi. Meski demikian, ini tentu tidak bisa disamakan dengan
penyelesaian problematika secara tatap muka.
6. Narsisme dan web 2.0 - Jean Twenge dan Keith Campbell, penulis buku The Narcisissism Epidemic, menyebut web 2.0
sebagai stimulus kebudayaan narsis. Mereka mengatakan bahwa situs
jaringan sosial membentuk seseorang menjadi bukan dirinya, melainkan
seseorang yang "lebih baik", "lebih terhormat", dan "lebih atraktif".
Argumen lainnya, internet juga membentuk semacam deskripsi diri yang
terlalu dibuat-buat, misalnya dengan berhati-hati memilih foto yang
dicantumkan, status yang akan diupdate, serta komentar pada pengguna
lainnya.
Jadi, mari pertanyakan kembali, apakah internet ini sebuah kemajuan teknologi, atau justru degradasi kemanusiaan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar